Senin, 06 Agustus 2012

STANDARISASI KURIKULUM EKONOMI ISLAM


 STANDARISASI KURIKULUM EKONOMI ISLAM


         Perkembangan yang cepat dari industri keuangan dan perbankan syariah saat ini membutuhkan Sumber Daya Insani (SDI) profesional dan berkulitas yang mampu mengetahui tidak hanya tataran konseptual tetapi juga pada tataran praktis tentang ekonomi keuangan Islam tersebut. Kebutuhan akan Sumber Daya Insani tersebut, sampai saat ini belum diimbangi dengan supply SDI yang memadai.
Pada tataran teoritis dan konseptual, kita masih merasakan sangat kekurangan pakar yang benar-benar mendalami sekaligus ilmu ushul fikh, fikih muamalah dan ilmu ekonomi keuangan. Figur seperti ini benar-benar langka bukan saja bagi masyarakat Islam di Indonesia melainkan juga di banyak negara termasuk negara lain yang perkembangan ekonomi Islamnya cukup pesat.
Kebanyakan adalah para pakar ekonomi yang fasih berbicara tentang ilmu ekonomi tetapi awam dalam ushul fiqh atau fiqh muamalah. Sebaliknya banyak pakar yang mahir dalam Fikih dan Usul Fiqh tetapi buta tentang Ilmu Ekonomi. Persoalan ini memang bukan hanya persoalan akademik yang pemecahannya harus melibatkan perubahan dalam pengembangan kurikulum dan silabi pengajaran Ekonomi Islam, akan tetapi juga persoalan-persoalan birokrasi dan political will, termasuk di dalamnya sistem pendidikan yang ada.
Ketika menjadi persoalan akademik, maka peran perguruan tinggi menjadi sangat penting dalam pemecahannya. Untuk menghasilkan sumber daya insani yang berkualitas dan professional, perguruan tinggi tidak saja dituntut menyiapkan pengembangan kurikulum dan perumusan silabi yang tepat dan memadai, tetapi bagaimana output lulusannya memiliki basis kompetensi yang baik dan bermutu yang dibutuhkan pasar.
Dengan adanya perubahan-perubahan yang cepat dalam industri lembaga keuangan Islam yang merupakan bagian integral dari sistem ekonomi Islam itu sendiri, sudah seyogyanya institusi perguruan tinggi harus mempersiapkan output lulusan yang mampu menjawab tantangan ini. Lulusan perguruan tinggi harus memiliki kualitas yang memenuhi kualifikasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan industri keuangan Islam saat ini.
Untuk menjawab tantangan kemajuan ekonomi dan keuangan Islam tersebut, beberapa perguruan tinggi telah membuka program studi ekonomi Islam. Untuk tingkat S1, misalnya UII Yogyakarta, IAIN Medan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, STAIN Cirebon, Uhamka, UNISBA, Universitas Wahid Hasyim, dll. Selain itu itu telah banyak pula berdiri Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) seperti STIS Yogyakarta, STEI SEBI Jakarta, STEI Tazkia Bogor, dan lain-lain. Perguruan Tinggi tersebut telah berupaya menyediakan kurikulum ekonomi Islam untuk level program studi sarjana S-1.
Untuk tingkat Pascasarjana (S-2 dan S-3) beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta yang membuka Ekonomi Islam antara lain, Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Trisakti, UII Jogyakarta, UIN Jakarta, IAIN Medan, UIN Bandung, UIN Pekanbaru, Universitas Islam Jakarta, Universitas Paramadina, Universitas Asy-Syafi’iyah, IAIN Jambi, dan banyak lagi yang tidak disebutkan di sini.
Langkah yang diambil beberapa perguruan tinggi tersebut tentu saja merupakan hal yang sangat positif di tengah ketiadaan upaya secara sistematis dari pemerintah, khususnya yang menangani pendidikan tinggi, baik Diknas maupun Depag Namun upaya pengembangan prodi atau konsentrasi ekonomi Islam secara terpisah (masing-masing) oleh seluruh Perguruan Tinggi tersebut menimbulkan perbedaan kurikulum yang diajarkan, padahal konsentarasinya atau prodinya sama, misalnya sama-sama perbankan syariah atau sama-sama program ekonomi islam di strata dua (S2). Jadi dalam hal ini belum ada kurikulum standar yang menjadi acuan bersama.
Diduga keras bahwa penyusunan kurikulum ekonomi Islam oleh masing-masing perguruan tinggi secara sendiri-sendiri dilakukan berdasarkan latar belakang akademik para pengajarnya semata. Celakanya lagi, kurikulum tersebut kadang disusun oleh yang bukan ahlinya. Misalnya disusun oleh ahli pendidikan atau ahli ilmu sosial atau pemikiran Islam. Mereka sama sekali tidak mengetahui memahami ekonomi Islam.
Kalau pun disusun oleh dosen yang bergelar sarjana ekonomi, program studi yang dibuat kurang diimbangi dengan penelitian dan analisis tentang kebutuhan kompetensi baik dari sudut perkembangan Ilmu Ekonomi maupun kebutuhan dari intsitusi ekonomi keuangan ekonomi Islam terhadap lulusan perguruan tinggi.
Karena problem tersebut-lah, maka IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia) menggelar Simposium Kurikulum Nasional pada Februari 2005 yang lalu. Bagi IAEI, problem di atas sangat mendesak untuk diatasi. Hasil dan rekomendasi Simposium kurikulum Ekonomi Islam yang dilaksanakan IAEI tersebut perlu kembali disosialisasikan dan disebarkan, mengingat semakin banyaknya Perguruan Tinggi saat ini yang telah dan akan membuka program studi ekonomi Islam, baik D3, S1, S2 maupun S3. Dengan publikasi tulisan ini diharapkan perguruan tinggi-perguruan tinggi tersebut dapat meujuk kurukulum ekonomi islam yang telah dibahas oleh para pakar dua tahun yang lalu. Sehingga upaya pembukaan program studi ekonomi Islam menjadi lebih mudah, karena tersedianya kurukulum standar yang dinamis dan berbasis kompetensi.
Dalam symposium kurikulum ekonomi Islam, tersebut IAEI melakukan kajian, komparasi dan analisis terhadap kurikulum beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Dari upaya ini tersusun-lah sebuah kurikulum nasional ekonomi Islam yang dapat menjadi acuan (standar) yang mampu menjawab tantangan dan kemajuan ekonomi Islam, yaitu kurikulum ekonomi Islam yang dinamis dan berbasis kompetensi.
Untuk merumuskan kurikulum nasional ekonomi Islam yang standar yang bisa menjadi acuan perguruan tinggi tersebut, para pakar yang tergabung dalam IAEI baik dari kalangan akademisi maupun praktisi terlibat aktif pada momentum simposium tersebut. Dalam simposium itu telah dilakukan analisis komprehensif terhadap kurikulum ekonomi Islam melalui studi data primer dan studi data sekunder.
Jadi, tujuan dilaksanakannya Simposium Kurikulum Nasional Ekonomi Islam ialah :
1. Mengkaji Kurikulum yang dimiliki beberapa Perguran Tinggi (PT) dengan cara melakukan studi komparatif dan analisis terhadap isi kurikulum.
2. Melakukan penyamaan persepsi tentang kurikulum ekonomi Islam yang dibutuhkan.
3. Mencari dan membentuk kurikulum ekonomi Islam berbasis kompetemsi yang dinamis yang menjadi acuan secara nasional.

Metodologi
Kajian kurikulum ini dilakukan dengan analisis yang dianggap layak untuk memberikan gambaran adanya kebutuhan sebuah kerangka kurikulum Nasional ekonomi Islam yang dapat menjadi acuan yang jelas bagi perguruan tinggi. Selain itu ruang lingkup kajian juga memperhatikan setiap fakta dan kondisi yang berkembang baik dari perguruan–perguruan tinggi yang ingin membuka konsentrasi dan program studi ekonomi Islam, maupun pihak lain seperti industri keuangan Islam, dan para mahasiswa yang nantinya akan terjun langsung mengambil bagian dalam perkembangan ekonomi Islam ke depan.
Penelitian awal ini menggunakan metode Metodologi Constructed Logic dengan menggabungkan penggunaan metode studi komparatif dan analisis isi (kurikulum) dimana ruang lingkup kajian masih sebatas analisis dan penggunaan data sekunder. Walaupun demikian metode ini cukup layak dalam memberikan sebuah gambaran awal akan adanya kebutuhan yang mendesak terhadap realisasi dan tujuan yang ingin dicapai.
Adapun sistematika kajiannya adalah:
1. Studi Literatur, melalui berbagai buku bacaan dan analisis hasil lokakarya kurikulum yang pernah dilaksanakan sebelumnya
a. Lokakarya Kurikulum Ekonomi Syariah yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi UI bekerjasama dengan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di FEUI Depok.
b. Seminar Program Studi Ekonomi Islam di PTAI yang diselenggarakan STEI Tazkia bekerjasama dengan Ditperta Depag di Jakarta
2. Melakukan studi komparatif antara kurikulum yang ada di berbagai PT melalui Lokakarya. Lokakarya ini sendiri dilakukan dengan sistematika tahapan:
a. Mendengar pandangan ahli (akademisi dan praktisi) tentang pentingnya standarisasi kurikulum yang dinamis dan berbasis kompetensi.
b. Sidang Komisi. Agar lebih terfokus dalam pembahasannya, sidang komisi dibagi menjadi 2 bagian yaitu komisi A untuk membahas kurikulum Program Diploma dan Sarjana (D-3 dan S-1), dan komisi B yang membahas kurikulum Program Pascasarjana (S-2 dan S-3).
c. Sidang Panel. Sidang panel dilakukan untuk penyeragaman, pemahaman dan persepsi dari hasil-hasil yang diperoleh dari sidang komisi.

Hasil Simposium dan Rekomendasi
Hasil symposium kurikulum ekonomi Islam tersebut ialah terumuskannya kurikulum ekonomi Islam yang dinamis, berbasis kompetensi dan diharapkan menjadi standar serta rujukan bagi perguruan tinggi yang ingin membuka program Studi Ekonomi Islam, baik D3, S1, S2, maupun S3
Simposium kurukulum Ekonomi Islam tersebut merekomendasikan tiga poin penting :
1. Perlunya dukungan pemerintah dalam menindak-lanjuti upaya IAEI dalam penyusnan kurukulum yang berbasis kompetensi dan dinamis, antara lain dalam penyempurnaan penelitian kurukulum ini.
2. Kemungkinan pemberian wewenang kepada IAEI sebagai institusi yang mengkaji kelayakan terhadap pembukaan program studi ekonomi Islam di perguruan tinggi dalam rangka membantu pemerintah yang berwenang menangani Perguruan Tinggi. Hal ini dikarenakan IAEI merupakan himpunan para pakar ekonomi Islam yang dapat melahirkan pemikiran-pemikiran komprehensif tentang penyempurnaan kurikulum ekonomi Islam. Sedangkan otoritas masih tetap di pihak Dikti DIKNAS dan Depag, tetapi keputusan-keputusan mereka dilakukan atas saran dari IAEI.
3. Perlunya mengadakan seminar kurikulum lanjutan baik secara internasional maupun nasional yang membahas secara detail kurikulum untuk D3, S1, S2 dan S3.

Penutup
Saat ini hasil symposium tersebut telah dijadikan rujukan oleh banyak perguruan Tinggi di Indonesia, baik D3, S1, S2 maupun S3. Hasilnya juga telah diserahkan ke Departemen Agama Republik Indonesia agar menjadi pertimbangan dan masukan bagi pemerintah. Ke depan, Departemen Diknas (DIKTI) harus juga menerima hasil symposium symposium tersebut, mengingat DIKTI selaku pemerintah, memainkan peran yang sangat strategis dalam pengembangan pendidikan ekonomi Islam di Indonesia.
Selanjutnya, pemerintah hendaknya kembali menggelar seminar kurkulum ekonomi Islam yang lebih komprehensif dan mendalam agar lebih match dengan kebutuhan pasar yang semakin berkembang pesat. Selain itu, dari seminar tersebut diharapkan peran pemerintah (dalam hal ini DIKTI Diknas) lebih berperan dalam mendukung studi ekonomi Islam di Perguruan Tinggi, tidak saja dalam penyediaan kurukulum yang standar, tetapi juga kemudahan dalam pemberian izin pembukaan program studi atau konsentrasi ekonomi Islam serta melahirkan dosen-dosen ekonomi Islam yang berkualitas.
(Penulis adalah sekjen DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana UI, Trisakti, UIN dan Universitas Paramadina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar