PENGADAIAN SYARI’AH DAN PENGGADAIAN
KONVENSIONAL
Cara-cara Pegadaian syariah dan
konvensional mendapat dana atau modal dalam pengembangan usahanya…!
Gadai merupakan suatu hak, yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan atas hutang. Dan Pegadaian merupakan “trademark” dari lembaga Keuangan milik pemerintah yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip gadai. Sesuai dengan PP103 tahun 2000 pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia dan batu adi, toko emas, industri emas dan usaha lainnya. Sejalan dengan kegiatannya, Pegadaian mengemban misi untuk ; turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Gadai merupakan suatu hak, yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan atas hutang. Dan Pegadaian merupakan “trademark” dari lembaga Keuangan milik pemerintah yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip gadai. Sesuai dengan PP103 tahun 2000 pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia dan batu adi, toko emas, industri emas dan usaha lainnya. Sejalan dengan kegiatannya, Pegadaian mengemban misi untuk ; turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Pegadaian Konvensional
Kegiatan menjaminkan barang-barang
untuk memperoleh sejumlah uang dan dapat ditebus kembali setelah jangka waktu
tertentu tersebut disebut dengan nama usaha gadai. Dengan usaha gadai
masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barang berharganya dan jumlah
uang yang diinginkan dapat disesuaikan dengan harga barang yang dijaminkan.
Perusahaan yang menjalankan usaha gadai disebut perusahaan pegadaian dan secara
resmi satu-satunya usaha gadai di Indonesia hanya dilakukan oleh Perusahaan
Pegadaian.
Secara umum pengertian usaha gadai
adalah dengan lembaga gadai. kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada
pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan
ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah.
Pegadaian Syariah
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990
dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu
dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk
mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang
dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.
Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal
16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah
meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis
anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang,
akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai
langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah
mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan
efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian
Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/
Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan
Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang
secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.
PRODUK-PRODUK PEGADAIAN
1. KCA (Kredit Cepat Aman)
Pemberian kredit sistem gadai,
prosesnya cepat (hanya 15 menit), aman dan mudah prosedurnya, dengan jaminan
barang bergerak seperti perhiasan (emas dan berlian), kendaraan bermotor dan
barang bergerak lainnya.
2. KRASIDA (Kreddit Angsuran Sistem
Gadai)
Pemberian kredit gadai bagi usaha
mikro & kecil dengan sistem angsuran bunga 1% / bulan, jangka waktu
maksimal 3 tahun dengan jaminan barang bergerak seperti perhiasan (emas dan
berlian), kendaraan bermotor (sepeda motor & mobil), dan barang bergerak
lainnya (sama dengan KCA).
3. KREASI (Kredit Angsuran Sistem
Fidusia)
Pemberian kredit sistem fidusia bagi
usaha mikro & kecil dengan sistem angsuran bung 1%/bulan, jangka waktu
maksimal 2 tahun. Barang jaminan BPKB dan survey kelayakan usaha.
4. JASA TAKSIRAN
Layanan untuk memberikan penilaian
berbagai jenis dan kualitas perhiasan emas dan berlian. Penaksir-penaksir kami
akan menjelaskan kepada nasabah akan karatase dan keaslian perhiasan nasabah.
5. JASA TITIPAN
Layanan penitipan/penyimpanan surat
berharga / dokumen / sertifikat dan barang berharga lainnya. Prosedur mudah,
biaya murah dan barang / dokumen nasabah akan aman.
TUJUAN PENDIRIAN
Pada saat pendirian syaraih oleh
Bank Muamalat Indonesia dan Perum Pegadaian melalui program musyarakah
ditetapka visi dan misi dari pegadaian syariah yang akan didirikan, yang
keduanyA mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah. Visi pegadaian
syariah adalah menjadi lembaga keuangan syariah terkemuka di Indonesia.
Sedangkan misinya ada tiga:
a. Memberikan kemudahan kepada
masyarakat yang ingin melakukan transaksi ang halal.
b. Memberikan superior return bagi
investor
c. Memberikan ketenangan kerja bagi
karyawan.
Jadi tujuan pendirian pegadaian
syariah meliputi seluruh stakeholder yang berkaitan dengan usaha layanan
pegadaian yaitu masyarakat, investor, dan karyawan.
Mengenai rukun dan sahya akad gadai
dijelaskan oleh Pasaribu dan Lubis sebagai berikut :
1. Adanya lafaz, yaitu pernyataan
adanya perjanjian gadai. (Ijab Qabul / sighot) Lafaz dapat saja dilakukan
secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya
perjanjian gadai diantara para pihak.
2. Adanya pemberi dan penerima
gadai. (Aqid)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi
orang yang bertransaksi gadai yaitu rahin (pemberi gadai) dan murthahin
(penenima gadai) adalah Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal
dan balig sehingga dapat dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum
sesuai dengan ketentuan syari’at Islam.
3. Adanya barang yang digadaikan.
(Marhun)
Barang yang digadaikan harus ada
pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu adalah milik si pemberi
gadai, barang gadaian itu kemudian berada dibawah pengasaan penerima gadai.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi
untuk barang yang akan digadaikan oleh rahin (pemberi gadai) adalah:
a. dapat diserah terimakan
b. bermanfaat
c. milik rabin (orang yang
menggadaikan)
d. jelas
e. tidak bersatu dengan harta lain
f. dikuasai oleh rahin
g. Harta yang tetap atau dapat
dipindahkan.
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam buku
“Minhajul Muslim” menyatakan bahwa barang-barang yang tidak boleh
diperjualbelikan, tidak boleh digadaikan, kecuali tanaman dan buah-buahan
dipohonnya yang belum masak. Karena penjualan tanaman dan buahbuahan dipohonnya
yang belum masak tersebut haram, namun untuk dijadikan barang gadai hal ini
diperbolehkan, karena didalamnya tidak memuat unsur gharar bagi murthahin.
Dinyatakan tidak mengandung unsur gharar karena piutang murthahin tetap ada
kendati tanaman dan buah-buahan yang digadaikan kepadanya mengalami kerusakan
(AlJazairi, 2000: 532).
4. Adanya utang/ hutang.
Hutang yang terjadi haruslah
bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba.
Menurut ulama Hanafiyah dan
Syafiiyah syarat utang yang dapat dijadikan alas gadai adalah:
a. berupa utang yang tetap dapat
dimanfaatkan;
b. utang harus lazim pada waktu
akad;
c. utang harus jelas dan diketahui
oleh rahin dan murtahin.
Jika ada perselisihan mengenai
besarnya hutang antara rahin dan murthahin, maka ucapan yang diterima ialah
ucapan rahin dengan disuruh bersumpah, kecuali jika murthahin bisa mendatangkan
barang bukti. Tetapi jika yang diperselisihkan adalah mengenai marhun, maka
ucapan yang diterima adalah ucapan murthahin dengan disuruh bersumpah, kecuali
jika rahin bisa mendatangkan barang bukti yang menguatkan dakwaannya, karena.
Rasulullah SAW bersabda: “barang bukti dimintakan dari orang yang mengklaim dan
sum pah dimintakan dan orang yang tidak mengaku”. (Diriwayatkan Al-Baihaqi
dengan sanad yang baik) (Al-Jazairi, 2000: 533).
Jika murthahin mengklaim telah
mengembalikan rahn dan rahin tidak mengakuinya, maka ucapan yang diterima
adalah ucapan rahin dengan disuruh bersumpah, kecuali jika murthahin bisa
mendatangkan barang bukti yang menguatkan klaimnya (Al-Jazairi, 2000: 533).
Madzhab Maliki berpendapat bahwa
gadai wajib dengan akad, setelah akad orang yang menggadaikan (rahin)
dipaksakan untuk menyerahkan barang untuk dipegang oleh yang memegang gadaian
(murtahin) (Sayyid Sabiq, 1987: 141). Sedangkan menurut Al-Jazairi marbun boleh
dititipkan kepada orang yang bisa dipercaya selain murthahin sebab yang
terpenting dan marhun tersebut dapat dijaga dan itu bisa dilakukan oleh orang
yang bisa dipercaya (Al-Jazairi, 2000: 532).
OPERASIONALISASI PEGADAIAN SYARIAH
Implementasi operasi Pegadaian
Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya
Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan
jaminan barang bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat
sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang
bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak
relatif lama ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman,
nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan
waktu proses yang juga singkat.
Di samping beberapa kemiripandari
beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan
pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya
sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga aspek
tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut.
Sebagaimana halnya instritusi yang
berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada
syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan
yang dipakai adalah :
Quran Surat Al Baqarah : 283
Jika kamu dalam perjalanan (dan
bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Hadist
Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda
: Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju
besi. HR Bukhari dan Muslim
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW
bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang
menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii,
al Daraquthni dan Ibnu Majah
Nabi Bersabda : Tunggangan (
kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan
bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung
biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan
biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai. Dari
Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka
punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah
mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air
susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia
telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka
ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan
Nasai-Bukhari
Ijtihad Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa disyariatkan pada waktu tidak berpergian maupun pada waktu berpergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat hadis tentang orang Yahudi tersebut di Madinah Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)
Ijtihad Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa disyariatkan pada waktu tidak berpergian maupun pada waktu berpergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat hadis tentang orang Yahudi tersebut di Madinah Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)
Landasan ini kemudian diperkuat
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002
yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang
dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Ketentuan Umum :
a. Murtahin (penerima barang)
mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang
menyerahkan barang) dilunasi.
b. Marhun dan manfaatnya tetap
menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh
murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan
pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
c. Pemeliharaan dan penyimpanan
marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh
murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban
rahin.
d. Besar biaya administrasi dan
penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
e. Penjualan marhun
1.Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
1.Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
2.Apabila rahin tetap tidak melunasi
utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
3.Hasil Penjualan Marhun digunakan
untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar
serta biaya penjualan.
4.Kelebihan hasil penjualan menjadi
milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
B. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak dapat
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan
diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.
C. Teknik Transaksi
Sesuai dengan landasan konsep di
atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi
Syariah yaitu.
1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud
adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang
bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2. Akad Ijaroh. Yaitu akad
pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad
ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang
bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad
rukun dari akad transaksi tersebut
meliputi :
a. Orang yang berakad : 1) Yang
berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin).
b. Sighat ( ijab qabul)
c. Harta yang dirahnkan (marhun)
d. Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka
mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut :
Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian
menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat
yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi
nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa
kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Adapun ketentuan atau persyaratan
yang menyertai akad tersebut meliputi :
1. Akad. Akad tidak mengandung
syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat
dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman
merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan
barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
3. Marhun (barang yang dirahnkan).
Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas
ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan
bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan
nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam
prosedur.
5. Rahin dibebani jasa manajemen
atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya
pengelolaan serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari
Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas,
berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda
pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak
tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa
simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran
barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah
ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan
adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Setelah melalui tahapan ini,
Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :
1. Jangka waktu penyimpanan barang
dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan .
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan
sebesar Rp 80,- (delapan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per
10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
3. Membayar biaya administrasi yang
besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman. Dengan
ketentuan sebagai berikut:
Nasabah dalam hal ini diberikan
kelonggaran untuk :
o melakukan penebusan
barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
o mengangsur uang pinjaman dengan
membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea
administrasi,
o atau hanya membayar jasa simpannya
saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi
pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu
melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syariah
melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai
penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan
yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk
mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak
mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan
kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.
PENDANAAN
Aspek syariah tidak hanya menyentuh
bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah,
harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam
hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian
disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak
ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan
kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan
melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal
kerja.
PERBEDAAN PEGADAIAN KONVENSIONAL DAN
PEGADAIAN SYARIAH
Dari uraian diatas dapat dicermati
perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah
dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu
1. Di Pegadaian konvensional,
tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal,
dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya
melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak
yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan
dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak
melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak
keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
Pegadaian syariah tidak menekankan
pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian
syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan
Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang
digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman.
Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari
yang dipinjamkan.
Perbandingan Perhitungan Gadai
Syariah dengan Gadai Konvensional
Aspek syariah tidak hanya menyentuh
bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah,
harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam
hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian
disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak
ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan
kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan
melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal
kerja.
Dari uraian ini dapat dicermati
perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah
dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu
Di Pegadaian konvensional, tambahan
yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari
nilai pinjaman.
Pegadaian konvensional hanya
melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak
yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan
dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak
melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak
keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan