Senin, 06 Agustus 2012

Mendambakan Keterwujudan Ekonomi Islam


Mendambakan Keterwujudan Ekonomi Islam
Selama lima dekade terakhir, berlangsung perdebatan tak berkesudahan tentang apakah Sistem Ekonomi Islam benar-benar ada? Bahkan perdebatan tentang ada-tidaknya Sistem Ekonomi Islam, juga berlangsung sengit di kalangan Umat Islam sendiri.
Hal ini tentunya memerlukan sebuah tinjauan komprehensif, tidak saja dari sisi historis terhadap fakta-fakta sejarah, namun juga tentang kajian mendasar dari aspek batang tubuh ajaran Islam itu sendiri, terutama penelusuran dari teks asli Alquran maupun Sunnah Rasul. Sehingga kita akan memperoleh keyakinan yang positif mengenai keberadaan Sistem Ekonomi Islam. Sekaligus untuk meyakinkan kita mengenai urgensi keadilan Sistem Ekonomi Islam dibandingkan kejahatan Sistem Kapitalisme yang telah mengakibatkan ketidakstabilan moneter perekonomian dunia saat ini.
Kepemilikan dalam Islam
Alquran sendiri mengajarkan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah seperti yang disebutkan dalam QS Al Baqarah ayat 284:Kepunyaan Allah-lah segala sesuatu yang ada di langit dan segala sesuatu yang ada di bumi.”
Nalar mengajarkan bahwa asal-usul kepemilikan sesuatu benda berasal dari pencipta benda tersebut. Allah adalah Sang Maha Pencipta alam semesta, sehingga dengan sendirinya alam semesta mutlak milik-Nya. Kemudian Allah melimpahkan berbagai jenis rezeki kepada manusia sebagai karunia sekaligus amanah yang harus dipertanggungjawabkan kelak. Sehingga, pada hakikatnya kepemilikan manusia bersifat nisbi atau relatif.
Meskipun nisbi, Islam mengajarkan bahwa kepemilikan manusia tersebut bersifat suci. Sehingga apabila seseorang mati dalam rangka mempertahankan hak miliknya dari jarahan seorang perampok, orang tersebut berstatus mati syahid.
Islam, Kepemilikan, dan Rakyat
Dalam Economics Teaching of Prophet Muhammad, A Select Anthology of Hadist Literature on Economics, Muhammad Akram Khan menunjukkan bahwa paradigma kepemilikan yang khas Islami adalah kepemilikan yang sesuai dengan hadist riwayat Ibnu Abbas RA:
Rasulullah SAW menyatakan: Seluruh kaum muslimin bersyarikat (bersama-sama memiliki) tiga sumber daya, yaitu sumber daya air, sumber daya hutan, dan sumber daya api atau energi. Dan harganya Haram.
Hadist shahih lainnya menyatakan bahwa yang berserikat memiliki 3 sumber daya tersebut adalah Ëœseluruh manusia atau rakyat. Muhammad Akram Khan menamainya Hak Milik Umum atau Hak Milik Kolektif Rakyat, bukan milik negara, apalagi milik swasta atau individu. Paradigma kepemilikan ini berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang menitikberatkan pada kepemilikan swasta atau indivdu, dan Sosialisme yang menitik beratkan pada kepemilikan pemerintah.
Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, di dalam kitab An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, menyimpulkan bahwa Islam mengakui dan mengajarkan 3 jenis kepemilikan, yaitu: Kepemilikan individu, kepemilikan kolektif, dan kepemilikan negara. Ketiga jenis kepemilikan ini diatur oleh Sunnah Rasul secara rinci dan seimbang, dalam suatu tatanan masyarakat yang adil dan beradab.
Dari uraian di atas, penulis mengajukan batasan Sistem Ekonomi Islam sebagai suatu sistem kemasyarakatan yang kepemilikan alat-alat produksi di dalamnya di atur secara seimbang dan adil oleh Alquran dan Sunnah menjadi 3 jenis kepemilikan, yaitu: kepemilikan individu, kepemilikan kolektif rakyat, dan kepemilikan negara.
Pelaksanaan Sistem Ekonomi Islam secara utuh di dalam suatu tatanan kenegaraan, bisa kita lihat di dalam periode kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW dan Khulafa-ur-Rasyidin di dalam Negara Madinah.
Fondasi Ekonomi Islam: Keadilan
Selain istilah Sistem Ekonomi Islam, dipakai juga istilah Sistem Ekonomi Syariah. Kerapkali dipakai juga istilah yang lebih generik, yaitu Sistem Ekonomi Berkeadilan.
Keadilan adalah fondasi dan pilar utama rancang bangun Sistem Ekonomi Islam. Di dalam Al-Hisbah fi al-Islam, Syaikh Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa keadilan adalah aturan main dalam segala urusan, tanpa kecuali. Ketika urusan dunia ditegakkan dengan keadilan, tegaklah dunia itu, meskipun penghuninya kafir dan di akhirat tidak akan memperoleh apapun. Sebaliknya, jika tidak ditegakkan dengan keadilan, hancurlah dunia itu, meskipun penghuninya beriman dan dapat memperoleh pahala akhirat dari imannya.
Dengan kata lain, wujud nyata pelaksanaan Sistem Ekonomi Islam adalah tegaknya keadilan dalam segenap aspek. Dari hulu sampai ke hilir. Dari produksi, distribusi, hingga konsumsi. Dalam setiap transaksi bisnis, dalam setiap jenis investasi, dan dalam setiap akad perjanjian kerjasama bisnis.
Sejalan dengan itu, Syaikh Abdul la Al-Maududi juga menyimpulkan bahwa saka guru dari Sistem Ekonomi Islam terkandung di dalam kalimat sederhana yang universal di QS. Al Hasyr ayat 7 – 8:
Agar harta itu jangan hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja di antara kalian.
Pada gilirannya, hal ini tentunya akan menggerakkan sektor riil, menumbuhkembangkan sektor perdagangan, memacu investasi, membuka lebar-lebar berbagai jenis lapangan pekerjaan, dan pada akhirnya menguatkan fundamental perekonomian negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar