EPILOG:
Buku Asuransi
Syariah (Life & General) Konsep dan Sistem Operasional
Oleh Muhammad syafi’i Antonio, Ph.D.
Pendahuluan
Pertama kali membaca buku ini ibarat
memasuki sebuah gedung besar bertuliskan, “supermarket asuransi syariah”.
Hampir semua “barang” yang berkaitan dengan asuransi syariah disajikan di
“toko” nanlengkap ini. Penulis membahas tema-tema asuransi secara ensiklopedik
dari mulai konsep fiqih seperti al-‘aqila, al-muwalat, sistem operasional
life dan general insurance, masalah underwriting, loading,
aktuaria, Dewan Pengawas Syariah, hingga konsep dan penerapan akad
mudharabah dalam asuransi syariah. Masalah-masalah magrib (maisir,
gharar, dan riba) juga dibahas secara rinci dan mendalam. Hal
yang harus dihindari ini dianalisis berbarengan dengan hal yang harus diadopsi
oleh sebuah perusahaan asuransi syariah, seperti strategi marketing, corporate
culture and good corporate governance. Tidak berlebihan jika buku ini
merupakan buku asuransi syariah terlengkap pertama dalam bahasa Indonesia.
Literature Review : dari Zarqa hingga Ma’sum Billah
Harus diakui, khazanah buku asuransi syariah
tidak sebanyak buku perbankan syariah terlebih dalam bahasa Indonesia. Para
ulama hampir sepakat bahwa pembahasan pertama asuransi syariah dilakukan oleh
Ibnu Abidin, seorang tokoh mutaakhirin dari mazhab Hanafi. Dalam Hasyiyyah
Ibnu Abidin, Ibnu Abidin membahas tentang dimungkinkannya ada pihak ketiga
yang menjadi penjamin pengiriman barang antarnegara melalui laut. Di awal abad
ke-14, pembahasan Ibnu Abidin ini jelas sudah sangat maju dan mendekati apa
yang disebut dengan Marine Hull Coverage saat ini. Terobosan Ibnu Abidin
juga sangat didukung oleh intellectual exercise frame work fiqih Hanafi
yang memberikan keleluasaan untuk eksplorasi kasus atau lebih dikenal dengan
istilah fiqh iftiradhi.
Di
antara cendekiawan modern yang meneruskan langkah pionir Ibnu Abidin dalam
kajian fiqih asuransi adalah Abu Zahrah dan Mustafa Ahmad Zarqa. Syekh Abu
Zahra, seorang guru besar Universitas Al-Azhar Kairo, menulis at-Takaful al-Ijtima`i Fil Islam
(Jaminan Sosial dalam Islam: diterbitkan oleh Darul Qaumiyyah lil Tiba`ah wal
Nasyr, Kairo, 1964). Tulisan Abu Zahrah lebih dekat dengan social insurance
yang mengedepankan prinsip kerja sama, saling menanggung dan membantu. Karya
pertama yang benar-benar membahas modern commercial insurance ditulis
oleh Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa, seorang Guru Besar Fiqih dan Hukum
Perdata Unversity of Jordan dan Damascus
University, dalam buku berjudul Az-Zarqa, Aqdut Ta`min Wamauqifus Syariah
Al-Islamiyah Minhu (Damaskus, 1962). Karya monumental Zarqa memang menuai
kontroversi dari banyak kalangan ulama modern yang tidak sependapat dengannya
dan menuduh Zarqa sudah nyeleneh dalam interpretasi pakem fiqih klasik.
Sebagai seorang mahasiswa Fakultas Syariah di University of Jordan yang
kebetulan diajar juga oleh Zarqa untuk mata kuliah Mabadi’ fil-Fiqhul-Islami (Dasar-Dasar Fiqih Islam), saya mendapat
kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap kontroversi ini. Setelah diskusi
panjang dengan Zarqa dan membaca karya besar beliau lainnya yang berjudul al-Madkhalil-Fiqhul
A’m, al-fiqh fi Tsaubihi al-Jadid (Fiqih dalam Bajunya yang Baru: Pengantar
Umum), saya baru mengerti bahwa Zarqa telah melakukan ijtihad yang sangat
berani dan cemerlang terhadap konsep taqdir, ikhtiyar, dan interpretasi
institusi aqilah dan diyat dalam fiqih klasik. Dari pemikiran
Zarqa inilah sesungguhnya institusi asuransi syariah modern mendapat pijakan
yang kuat. Saya masih ingat betul sekitar tahun 1988 atau 1989 banyak praktisi
keuangan Malaysia dan Timur Tengah yang akan mendirikan perusahaan asuransi
syariah mondar-mandir ke fakultas syariah berjumpa Mustafa Zarqa untuk mendapat
arahan dan masukan darinya.
Sebagai kelanjutan karya pionir Zarqa dan
Zahra, dalam kajian yang lebih kuantitatif operasional kita memiliki dua
kelompok besar literatur: dari cendekiawan Timur Tengah dan
cendekiawan/praktisi non-Arab. Cendekiawan non-Arab terbagi juga ke dalam empat
kelompok: Iran, Indian subcontinent (India, Pakistan, Bangladesh), Malaysia,
dan Indonesia. Di antara penulis Arab yang cukup produktif dalam pembahasan
asuransi syariah adalah Muhammad bin Ahmad ash-Shalih, Latif Abdul Mahmud
al-Mahmud dan Yunus Rafiq al-Misri dalam bukunya at-Takaful al-Ijtima`i Fii
Asy-Syari`ah al-Islamiyyah wa Dauruhu fii Himaayah al-Maal al `Aam wal Khaash,
Universitas Islam Imam Muhammad bin Sa`ud, Arab Saudi, 1407 H dan al-Khathar
wat-Ta`min, (Darul Qalam Damaskus, cet I, 2002), at-Ta`min
al-Ijtima`i Fi Dhanu`i asy-Syari`ah
al-Islamiyah, (Darun Nafais, Beirut, 1994). Di kalangan penulis Indian
subcontinent, nama Mohammad Muslehuddin sangat terkenal karena buku beliau yang
berjudul Insurance in Islam telah
diterbitkan oleh Islamic Research Academy, London, pada tahun 1967. Beliau ini
agak berbeda Khurshid Ahmad, Umer Chapra, Nejatullah Shiddiqi, Muhammad Uzair,
dan Fahim Khan yang lebih banyak menulis tentang perbankan dan analisis ekonomi
makro dalam perspektif Islam. Sementara intelektual Iran yang paling banyak
menulis tentang keuangan dan asuransi syariah adalah Muhammad Baqr Sadr dengan
bukunya Iqtishaduna dan Bank al La Ribawi serta Murtadha
Muthahhari dengan bukunya ar-Riba wat-Ta`min.
Berbeda dengan para penulis dari Arab,
Indian subcontinent dan Iran analisis kuantitatif yang lebih praktikal
disajikan oleh para cendekiawan dan praktisi asuransi dari Malaysia. Di antara
mereka yang paling awal adalah Mohd
Fadzli Yusof, Managing Director Syarikat Takaful Malaysia dan juga salah
seorang Komisaris Senior Syarikat Takaful Indonesia. Fadzli Yusof menulis buku
berjudul Takaful: Sistem Insurans Islam (diterbitkan oleh Tinggi Press.
SDN BHD, Malaysia tahun 1976). Karya lain Fadzli Yusof adalah “Toward An
Islamic System Of Insurance” (Makalah Seminar Sehari Takaful Asuransi Syariah,
ICMI-BMI, 1993), Brief Outline On The Concept and Operational System of
Takaful Business (BIRT, Malaysia, 1996). Tokoh lain adalah Datuk Abdul
Halim Ismail, Bapak Perbankan Syariah Malaysia, pemikiran takaful Abdul Halim
dituangkan dalam tulisannya “Investment of Takaful Fund” (disampaikan pada The
Internasional Conference on Islamic Insurance, Kuala Lumpur, 1998).
Di
antara akademisi Malaysia yang paling menonjol dalam kajian asuransi adalah Tan
Sri Datuk Ahmad Mohammad Ibrahim dan Daud Bakar. Datuk Ahmad Mohammad Ibrahim
adalah salah seorang ahli hukum Islam paling terkemuka di Malaysia dan
Singapura yang namanya diabadikan menjadi jalan di Singapura dan nama Fakultas
Hukum International Islamic University Malaysia. Tulisannya berjudul The
Philosophy of Islamic Insurance Shariah Concepts And Principles, Kuala
Lumpur, Malaysia, 1998). Sementara Mohd Daud Bakar adalah Deputy Rector
International Islamic University Malaysia. Tulisannya berjudul Challenges And Prospect of Takaful
Business (1998), Distribution and Compensation Issues of Takaful
Products (1999).
Generasi penerus Fadzli Yusof yang paling
produktif adalah Mohd Ma’sum Billah. Kelebihan Ma’sum adalah penguasaan
teknikalnya dan tinggi dan kerangka analisisnya yang solid sehingga mampu
memberikan ide asuransi syariah yang segar. Di antara tulisannya adalah Principles
of Contracts Affecting Takaful and Insurance: A Comparative Analysis (1999)
dan Principles & Practices of
Takaful and Insurance Compared (2001). Beberapa nama lain yang cukup
kreatif dan mengkaji secara mendalam masalah valuation dan accounting
asuransi syariah, antara lain Zaiton Mohd Hassan (A Technical Evaluation of
Insurance Operations, Malaysian Rating Corporating Berhad, Kuala Lumpur,
1999), Zainal Abidin Mohd Kassim, (Actuarial
Valuation and Techniques-Actuarial and Technical Aspects of Takaful Operational,
The International Conference on Islamic Insurance, Malaysia, 1998), Zolkiffly
Aziz (Actuarial And Technical Aspects Of The Takaful Business, BIRT,
Malaysia, 1996, hlm. 101-102) dan Mohamed Arif Bin Abdul Rashid (Accounting
Concept In Takaful Business, BIRT, Malaysia, 1996). Khusus yang terakhir
beliau pernah menjabat sebagai Direktur Utama Syarikat Takaful Indonesia dan
tinggal di Indonesia lebih dari 4 tahun lamanya.
Khusus untuk Indonesia, tulisan awal
tentang sistem operasional asuransi syariah dapat ditemukan dalam makalah
Muhammad Syafi’i Antonio, “Asuransi dalam Perspektif Islam” (STI: 1994), yang ditulis beberapa
bulan sebelum Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri tahun 1994. Tulisan Antonio membahas tentang konsep
takdir dan kaitannya dengan praktik asuransi, keterbatasan kemampuan menabung
dalam antisipasi musibah serta contoh analisis sistem operasional asuransi jiwa
dan asuransi kerugian (umum) di beberapa negara termasuk pengalaman Syarikat
Takaful Malaysia. Meskipun menyimpan banyak kekurangan, sebagai karya perintis,
makalah Antonio menjadi rujukan bagi para penulis setelahnya. Tulisan Antonio
disusul oleh Juhaya S. Praja, “Asuransi Takaful.” Pranata (edisi I, 1994) dan
“Daya Saing Asuransi Takaful Menuju Era Liberalisasi Ekonomi” (Makalah Seminar
Asuransi Islam, FMIPA Unpad, tanggal 11 Februari 1995).
Di
antara praktisi yang cukup aktif memberikan pencerahan dalam bentuk karya tulis
dan pelatihan adalah Agus Haryadi dan Jafri Khalil (juga Syakir Sula tentunya).
Agus Haryadi yang saat buku ini diluncurkan diamanati sebagai Direktur Utama PT
Asuransi Takaful Keluarga, anak perusahaan Syarikat Takaful Indonesia adalah
Ahli Asuransi Syariah (AAI) pertama Indonesia; satu gelar profesi di bidang
asuransi syariah yang diberikan oleh Dewan Asuransi Indonesia (DAI). Di antara
tulisan Haryadi, antara lain, “Aspek-aspek Teknik dan Aktuaris Asuransi Jiwa”,
bahan materi training Certified Islamic Insurance Spesialis (CIIS), AASI, dan
BPPK Depkeu, 2003; “Asuransi Syariah dari Konsep ke Implementasi” (makalah)
dipresentasikan dalam workshop wartawan tentang asuransi syariah, Anyer,
2003. Sedikit berbeda dengan Haryadi Jafril Khalil, mantan Direktur Utama
Asuransi Mubarakah, lebih menekankan kajian hukum dan fiqih dalam tulisannya.
Di antara karya Jafril antara lain, “Asuransi dalam Hukum Islam” (Makalah
Workshop Asuransi Syariah, IBI, 2003; “Konsep dan Falsafah Asuransi Syariah”
(Makalah Training Certified Islamic Insurance Specialist, Diklat Depkeu, 2003).
Di antara kalangan ulama yang memberikan
perhatian cukup besar terhadap asuransi syariah adalah K.H. Latif Mukhtar,
manta Ketua Umum Persatuan Islam (Persis). Beliau menulis Asuransi Takaful
Sebagai Alternatif Islami untuk Peningkatan Kesejahteraan Sosial: Dalam
Gerakan Kembali Ke Islam (Rosda, Bandung, 1998). Mengikuti jejak Latief
Mukhtar adalah Anwar Ibrahim, “Tinjauan Fiqih Terhadap Asuransi” (Makalah
Lokakarya Asuransi Syari`ah, DSN-MUI, 2001),
Ali Mustafa Ya’qub Pengelolaan Dana Asuransi Syari’ah (2001: makalah); Huzaemah T. Yanggo, Asuransi
Hukum dan Permasalahannya, Jurnal AAMAI Tahun VII No 12-2003. Di antara para cendekiawan lainnya kita
mencatat nama, antara lain, M. Rizal Fadillah, “Tujuh Spektrum Asuransi
Takaful” (Makalah Seminar Asuransi Takaful, ATK Cabang Bandung, 1995) Basuki Agus, AAIJ. “Konsep Dan Operasional
Asuransi Takaful Keluarga” (Kopkar, 1997) Masyhuril Khamis, “At-Takaful:
Asuransi Syariah Suatu Solusi” (Makalah,
2000).
Dari paparan singkat literatur (literature
review) di atas kita mendapatkan bahwa selain buku Bunga Rampai
Asuransi Takaful (Sari Kusumawati, ed.:
2001) dan buku Riba dan Asuransi (karya terjemahan dari Murtadha
Muthahhari), Indonesia nyaris tidak memiliki buku asuransi yang komprehensif.
Oleh karena itu, upaya saudara Muhammad Syakir Sula mengumpulkan berbagai aspek
tentang asuransi syariah menjadi satu buku yang lengkap patut kita syukuri.
Takdir dan Ikhtiar: Masalah Fiqih dan
Ideologis Yang Belum Selesai
Karena ditulis oleh seorang praktisi, buku
ini berusaha memaparkan landasan teori yang melandasi berdirinya asuransi syariah dengan menelusuri konsep–konsep
turunan at-ta’min dalam literatur fiqih klasik, seperti al-‘aqila,
al-muwalat, al-qasamah, at-tanahud, al-umra dan sebagainya. Kemudian mencoba
mengaitkannya dengan apa yang dilakukannya dalam sebuah sintesis yang cukup
kritis. Dalam teori penelitian, hal ini dikenal dengan metode participatory
research atau observatory participant.
Dalam pembahasannya tentang
operasionalisasi asuransi syariah, Syakir mencoba menjelaskan betapa khazanah
syariah muamalah memberi ruang bagi praktisi untuk melakukan inovasi,
kreativitas, dan improvisasi sesuai dengan perkembangan bisnis modern dengan
tetap berpegang pada kaidah-kaidah umum yang telah digariskan dalam syariah.
Pada Bab III, misalnya, penulis mencoba mengutip secara berimbang
pendapat-pendapat ulama serta perdebatan mereka tentang halal haramnya
asuransi. Beliau berkesimpulan bahwa sesungguhnya perbedaan pendapat di kalangan para ahli
hukum Islam sekarang tentang asuransi, lebih disebabkan karena mereka tidak
mempunyai gambaran yang utuh tentang ta’min (asuransi) itu sendiri. Di
samping itu, para ulama juga tidak memahami secara utuh, bagaimana konsep dan
sistem operasional dan format kontrak-kontrak asuransi, baik asuransi
konvensional maupun asuransi syariah.
Untuk langkah ini, Saudara Syakir patut kita
berikan applause karena beliau tidak memiliki latar akademis dalam
bidang syariah. Sungguhpun demikian tidak lengkapnya perangkat ilmu ushul fiqih
yang dimiliki Syakir menjadikan ia “terkaget-kaget” dengan “perangai” sebagian
cendekiawan atau ulama. Padahal dalam kajian minhajul ijtihad itu
merupakan suatu fenomena umum sesuai dengan kaidah al-hukmu ‘ala al-syai‘
far ‘un ‘an tashawwurihi yang artinya
hukum yang diberikan oleh seorang hakim atau mujtahid atau faqih terhadap
satu perkara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemahaman hakim
atau mujtahid tadi terhadap perkara tersebut. Seandainya seorang
cendekiawan tidak mengerti kaidah-kaidah ta’min apalagi sistem
operasional asuransi tidak aneh jika ia berpendapat miring terhadap asuransi
termasuk yang syariah sekalipun.
Dalam
pembahasan tentang asuransi dengan hakikat qadha dan qadar atau taqdir,
misalnya, masih banyak kalangan cendekiawan yang melihat bahwa berasuransi
sama dengan melawan taqdir dan mengurangi tawakal kepada Allah swt.. Ini
jelas merupakan kesalahan besar yang sangat fatal akibatnya. Untuk meluruskan
kesalahan ini perlu didudukkan secara jelas apa yang dimaksud dengan berasuransi
dan bagaimana kaitannya dengan urusan taqdir terutama yang berkaitan
dengan kematian.
Dalam
pandangan Islam, kematian adalah urusan Allah dan manusia tidak memiliki secuil
kemampuan pun untuk memajukan atau menahan kedatangannya. Satu satunya yang
manusia mampu mengantisipasi hanyalah “dampak finansial” yang muncul bila sang
pencari nafkah utama meninggal dunia. Yang diasuransikan bukanlah jiwanya,
karena jiwa adalah milik Allah. Apa yang diupayakan untuk diminimilkan adalah
risiko keuangan sepeninggal si almarhum. Oleh karena itu, penamaan asuransi
jiwa merupakan kesalahan terbesar dalam dunia asuransi. Yang benar adalah asuransi
keluarga atau lebih tepatnya asuransi finansial keluarga. Hal ini
mengingat seluruh manfaat asuransi akan diterima oleh keluarga yang meninggal.
Yang meninggal dunia hanya akan membawa kain kafan dan menghabiskan sedikit
biaya untuk penggalian kuburnya.
Berkaitan
dengan ikhtiar, Allah swt. meminta manusia untuk hidup rapi penuh rencana dan
strategi. Perencanaan yang baik bukan saja dalam mencari nafkah dan menggapai
ridha Ilahi tetapi juga dalam mengantisipasi musibah dan kemalangan. Di antara
cara yang dilakukan manusia dalam antisipasi ini antara lain dengan menabung
atau meminjam dari kerabat dan handai-taulan. Hanya saja terkadang tabungan
terlalu kecil dibandingkan dengan besarnya biaya musibah, demikian juga
pinjaman tidak selalu tersedia setiap saat. Di sinilah manusia harus
mengupayakan cara lain berupa bersama sama saling membantu, saling menanggung
dan saling menjamin, ta’awuni, tadhamuni, takafuli.
Dengan
paradigma ini berasuransi bukanlah suatu upaya melawan takdir, tetapi justru
melakukan ikhtiar dan hidup penuh dengan rencana sesuai anjuran Allah. Yang
dilarang adalah bila dengan mengambil skema asuransi kepercayaan kepada Allah
menjadi berkurang dan meredup.
Dari Takaful Ijtimai (Social
Insurance) ke Takaful Tijari (Commercial Insurance)
Jika kita kaji secara dalam dan objektif,
asuransi adalah suatu konsep sangat relevan dengan maqashidusy syariah ‘tujuan-tujuan umum syariah’ yang
diserukan oleh nash-nash syariah. Karena konsep dan sistem asuransi
sesungguhnya sangat mirip dengan ta’awun yang telah diatur dengan rapi
dalam literatur semua mazhab fiqih. Atas dasar ta’awun jika sebagian masyarakat ditimpa musibah maka semua saling menolong dalam menghadapi dan
mengantisipasinya, melalui sedikit subsidi dan bantuan. Inilah yang melandasi
institusi sedekah, infak, hibah, waqaf, manihah, athaya, hadiah, i‘arah bahkan
zakat sekalipun.
Menurut
hemat saya, bahwa tidak ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) dalam
kebolehan asuransi menurut makna di atas, yaitu ta’awun dan tadhamun
antara sejumlah besar manusia dalam memperbaiki dan mengganti akibat-akibat
peristiwa yang terjadi. Akan tetapi, ikhtilaf kemudian terjadi dalam
cara-cara merealisasikan dan mempraktikkan teori dan sistem asuransi tersebut,
terutama ketika membawa semangat takaful
ijtimai (social insurance) menjadi takaful tijari.
Tidak
dapat dimungkiri bahwa sedekah, infak, hibah, waqaf, manihah, athaya, hadiah,
i‘arah adalah instrumen takaful ijtimai yang amat kokoh dan solid,
serta merupakan ciri khas sistem distribusi Islam yang unik. Sungguhpun
demikian, kecuali zakat dan infak ala al-a ‘ilah ‘nafkah pada keluarga’, semua instrumen
tersebut bersifat recommended tidak obligatory sehingga bila ada
sebagian anggota masyarakat mendapat musibah kita tidak bisa mewajibkan saudara
kita untuk membantu meringankan musibah tepat pada waktunya dan dalam jumlah
yang dibutuhkan. Karena sifatnya recommendable maka mereka akan
memberikan bantuan sesuai dengan rencananya, pada waktu ingatnya dan dalam
jumlah ala kadarnya.
Di
sinilah terobosan baru harus dilakukan. Para cendekiawan muslim harus mencari
landasan dasar lain, seperti al-aqilah, at-ta’min, at-tabarru, dan at-takaful
yang dipadukan dengan konsep mudharabah, al-wadiah dan al-ijarah. Secara garis besar racikan dari
prinsip-prinsip muamalah tersebut dapat dibagi ke dalam dua produk besar produk
atas dasar saving dan nonsaving. Untuk dana nonsaving,
misalnya, setiap premi yang dibayar oleh peserta akan masuk ke rekening tabarru.
Rekening tabarru adalah kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta
sebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu,
dan dibayarkan bila peserta meninggal dunia, perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana)
Akumulasi dana tersebut akan
diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam. Keuntungan hasil investasi setelah
dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reassurance), akan
dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip al-mudharabah dalam
suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan
(takaful) dan peserta. Sementara untuk dana saving premi yang dibayarkan
peserta akan dialokasikan sebagian besarnya ke dalam rekening investasi peserta
dan sebagian kecilnya ke dalam rekening tabarru. Seperti halnya dana nonsaving,
kedua jenis rekening akan diinvestasikan, dialokasikan untuk membayar klaim
(akumulasi tabarru), dan dibagi
hasilkan dengan perusahaan (akumulasi dana investasi).
Berdasarkan sistem ini perusahaan
asuransi mendapatkan keuntungan dari empat sumber utama: bagi hasil Surplus
underwriting, bagi hasil investasi, dana pemegang saham, dan loading
(kontribusi biaya).
Sungguhpun demikian, prinsip mudharabah
ternyata bukanlah satu satunya kaidah muamalah yang menjadi tulang punggung
sistem operasional takaful. Dalam perkembangannya, prinsip ini sudah mulai ditinggalkan
oleh pelopor utamanya: Syarikat Takaful Malaysia. Saat ini beberapa asuransi
syariah di belahan dunia lain, termasuk Malaysia sendiri dan Indonesia, sudah
mulai meninggalkan prinsip mudharabah sebagai dasar utama kontrak
asuransi. Kini mayoritas asuransi syariah cenderung menggunakan kombinasi akad wakalah,
wadiah, ijarah, musahamah, dan akad-akad yang lainnya, karena selain
tetap sesuai akad syariah juga lebih marketable, dan lebih dapat
memuaskan bagi semua stakeholders. Apa pun yang terjadi dengan
pergeseran penggunaan akad ini, pada hakikatnya menunjukkan betapa luas dan
luwesnya sistem muamalah dalam Islam.
Buku Takaful yang Musyakkal: Rooms
for Improvement
Hampir sulit sesungguhnya mencari
kelemahan buku ini. Penyusun telah menghabiskan waktu ribuan jam guna
menyatukan serpihan-serpihan pembahasan menjadi satu karya ilmiah yang langka.
Dengan penuh dedikasi, penulis juga sudah menginformasikan dari mana satu ide
diambil. Hal ini tecermin dari footnote dan ratusan rujukan yang
tersusun rapi. Buku ini juga telah
berhasil membahas sistem operasional
asuransi jiwa (life insurance) dan asuransi kerugian (general
insurance) sekaligus dalam satu buku. Hal ini sudah tentu dapat
memudahkan bagi pembaca dan pemerhati ekonomi syariah untuk memahami konsep
asuransi syariah secara utuh (menyeluruh). Pada buku-buku asuransi
(konvensional), dikotomi life dan general sangat kuat, dan
penulisan buku life insurance
dan general insurance selalu terpisah dengan penulis yang
berbeda pula. Seringkali seorang praktisi yang ahli dalam bidang asuransi jiwa
(life) belum tentu ahli dalam bidang asuransi kerugian (general).
Sungguhpun demikian, ada beberapa catatan yang
dapat memperbaiki dalam buku ini. Pertama gaya penulisan yang cenderung long
sentence dengan memaksakan beberapa ide pokok untuk dimasukkan dalam
satu kalimat ini. Bagi seorang yang sudah lama berkecimpung dalam dunia
asuransi tentu hal ini tidak terlalu menjadi masalah. Akan tetapi, pembaca yang
pemula atau mahasiswa yang sedang melakukan penelitian harus membaca dua tiga
kali sebelum mampu menangkap esensi pesan penulis. Kecenderungan ini muncul
karena penulis adalah seorang orator sebelum menjadi writer. Sebagai
pembicara publik, jelas cara berpikirnya cepat dan cenderung berlari, bila
tidak dilakukan sinkronisasi seringkali kecepatan nalar dan lisan melebihi
kecepatan tangan dan tulisan. Saya berharap tim editor Gema Insani Press dapat
melakukan proses editing yang “cantik” sehingga buah pikiran Saudara Syakir
yang “cepat” dapat dinikmati tanpa “guncangan”.
Kedua buku ini cenderung memaksakan untuk
masuknya beberapa bab yang bukan bahasan inti asuransi. Hal ini tampak sangat
jelas dalam pembahasan Good Corporate Governance, Strategi
Marketing Asuransi Syariah, Sistem Akuntansi, Dewan Pengawas Syariah,
Arbitrase Syariah, dan sebagainya. Dalam manajemen marketing, misalnya,
penulis tampak membahas konsep marketing dari mulai Marketing Warfare
(Perang Pemasaran), Strategic Business Architecture (Arsitektur Bisnis
Strategis) dan Marketing Strategi (Strategi Pemasaran). Khusus untuk
yang terakhir penulis menguraikannya secara sangat detail mencakup segmentation
(segmentasi), targeting (target pasar), positioning (penentuan
posisi). Demikian juga pembahasan marketing tactic (taktik pemasaran),
meliputi differentiation (diferensiasi), marketing mix (bauran
pemasaran), selling (penjualan). sementara marketing value (nilai
pemasaran) mencakup brand (merek), service (servis), process (proses).
Membahas konsep pemasaran dengan sangat detail bukan saja panjang dan lebar
tetapi sudah cenderung terlalu lebar. Pendekatan seperti ini dapat dimaklumi,
mengingat sehari-hari penulis adalah Direktur Pemasaran PT Syarikat Takaful
Indonesia, satu holding company yang menangani dua perusahaan
Asuransi Takaful Keluarga dan Asuransi Takaful Umum. Di samping itu, penulis
juga adalah Associate Partner Hermawan Kartajaya, Pimpinan Mark
Plus Consulting.
Catatan lain adalah upaya penulis untuk
masuk terlalu jauh ke areal yang bukan bidang utamanya (core competence).
Pada bagian akhir buku ini penulis membahas prinsip-prinsip muamalah secara
panjang lebar. Ada sebelas prinsip muamalah
(at-tauhid, al-‘adl, adz-dzulm, at-ta’awun, al-amanah, ridha, tsiqah,
riswah, khitmah, tathfif, dan maslahah) yang dibahas di samping gharar,
maisir, dan riba. Menurut hemat saya, upaya ini merupakan redundancy
dari karya-karya yang sudah sangat banyak dalam bidang nadzariyatul aqd
(teori akad dalam Islam). Pembahasan ini bisa didapatkan di hampir semua buku madkal
ila al-fiqh (introduction to fiqh) seperti karya az-Zuhaily, Zarqa,
Shartowi, Uqlah, Kamali, Sanhuri dan banyak lagi yang lainnya. Di samping itu,
akan lebih tepat sekiranya penggolongan prinsip-prinsip muamalah ini dibagi
dalam dua bagian, misalnya prinsip-prinsip yang terlarang dan prinsip-prinsip
yang dianjurkan, sehingga tidak bercampur-baur jadi satu. Sebagai contoh dapat
dilihat dalam kumpulan fatwa DSN MUI yang telah mengklasifikasi prinsip-prinsip
yang terlarang dalam muamalah misalnya: riba, maysir, gharar, zhalim, dharar
(bahaya), dan riswah (suap). Pembahasan tentang prinsip-prinsip muamalah
ini mungkin lebih tepat jika dibuat dalam buku yang terpisah dan ditulis
melalui kolaborasi dengan pakar yang lebih khusus dalam bidang syariah. Oleh
karena banyak hal yang masih perlu dikaji lebih dalam lagi pada bagian ini.
Tidak berlebihan bila buku ini merupakan
buku takaful yang musyakkal bagaikan cocktail atau
gado-gado yang merupakan kelemahan sekaligus kelebihan buku ini juga.
Kesimpulan
Membaca
buku ini semakin meyakinkan kita bahwa betapa luasnya khazanah fiqih Islam,
khususnya dalam bidang muamalah. Betapa konsep muamalah, termasuk prinsip ta’awun,
tadhamun dan takaful, telah demikian lengkap dan telah dipraktikkan
sejak generasi sahabat hingga
beratus-ratus tahun kemudian. Namun sayang, sejurus dengan terpinggirkannya
Islam dalam percaturan peradaban untuk beberapa abad, aplikasi dari konsep
mulia tersebut sempat tertidurkan. Konsep asuransi syariah kemudian muncul
kembali dalam wacana ulama modern, terutama setelah karya monumental Syekh Abu
Zahra dan Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa yang kemudian banyak menjadi rujukan cendekiawan kontemporer.
Dalam
perkembangannya asuransi syariah telah berkembang bukan saja di dunia Islam,
bahkan juga di beberapa belahan dunia lainnya termasuk Amerika, Eropa, dan
Australia. Produk-produknya juga beragam mencakup asuransi kesehatan,
pendidikan, kecelakaan, kendaraan bermotor, dan rumah tinggal. Lebih dari itu,
asuransi syariah juga mampu melayani dari sepeda motor yang bernilai 8 juta
rupiah hingga kapal pesiar yang harganya lebih dari 800 miliar rupiah.
Sistem dan produk serta layanan asuransi syariah
adalah salah satu bagian rahmat Islam untuk dunia. Karena dalam menghadapi
realitas kehidupan sehari-hari setiap insan tidak bisa lepas dari risiko dan
musibah. Sementara Allah swt. menyuruh kita untuk senantiasa berikhtiar
mengantisipasinya. Namun dalam melakukan ikhtiar ada yang sesuai dengan syariah
ada juga yang bertentangan. Sistem ta’min, dan ta’awun serta
menghindari riba dalam pengelolaan dananya adalah yang sesuai dengan
aturan syariah. Insya Allah.
Semoga
buku ini dapat memberikan banyak pencerahan kepada pembaca sekalian dan kita
mendoakan agar Saudara Syakir diberikan kekuatan oleh Allah swt. untuk terus
berkarya baik sebagai praktisi dan penulis. Amin.
Jakarta, 29 Mei 2004
Dr. H. Muhammad Syafii Antonio, MSc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar